Minggu, 23 Maret 2014

ISLAM DALAM IPTEK

PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Islam merupakan agama yang sangat memerhatikan segala aspek kehidupan. Segalanya telah diatur sesuai dengan perintah dari Allah SWT. Cakupan aspek yang diatur itu dimulai dari bangun tidur sampai kita tidur lagi. Itu diatur agar kita bisa menjalani kehidupan dengan teratur, baik, dan bermanfaat.
Aspek yang cukup diperhatikan dalam Islam adalah pengetahuan atau ilmu yang bermanfaat. Menuntut ilmu itu hukumnya wajib, seperti yang telah diterangkan dalam hadits: Rasulullah saw bersabda: "Menuntut ilmu wajib atas tiap muslim (baik muslimin maupun muslimah)." (HR. Ibnu Majah).
Ilmu juga berkaitan dengan perkembangan teknologi. Sampai sekarang, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) telah berkembang pesat. Kemajuan IPTEK itu sendiri didominasi kuat oleh peradaban orang Barat. Sedangkan negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam sebagian besar merupakan negara berkembang.
Di samping adanya manfaat dari perkembangan IPTEK itu sendiri, IPTEK ternyata juga memberikan dampak buruk kepada para penggunanya, seperti pengaksesan situs porno di internet, perjudian, dan kecurangan. Di sinilah peran agama Islam untuk meluruskannya. Tulisan ini bertujuan menjelaskan peran Islam itu sendiri terhadap perkembangan IPTEK.

B.      Rumusan Masalah
Sebagai batasan pembahasan dalam penyusunan Paper ini penulis memberikan rumusan masalah sebagai berikut :
1.   Bagaimana persepektif Islam terhadap Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ?
2.   Bagaimana peran Islam dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ?


PERKEMBANGAN IPTEK DI DUNIA ISLAM

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) di satu sisi memang berdampak  positif yakni dapat memperbaiki kualitas hidup manusia. Berbagai sarana berasal dari IPTEK seperti industri, komunikasi, militer dan transportasi terbukti sangat bermanfaat. Tapi, disisi lain, tak jarang IPTEK berdampak negative karena merugikan dan membahayakan manusia. Disinilah peran agama sebagai pedoman hidup menjadi sangat penting untuk dilihat kembali. Agama dapat memberi tuntunan agar kita memperoleh dampak iptek yang positif dan mengeliminasi dampak negatif seminimal mungkin.

A.         ILMU PASTI DAN ASTRONOMI
Ilmu pasti atau disebut ilmu logika. ilmu logika adalah ilmu mempelajari metode dan hukum-hukum yang mengunakan penalaran yang benar dari penalaran yang salah. Pada dasarnya semua cabang ilmu pengetahuan adalah ilmu Islami. Ibnu Sina atau Avicena, selain menguasai ilmu kedokteran juga pakar di bidang filsafat agama dan sastra. Ali Tabari, selain ahli di bidang obat-obatan juga pakar dalam filsafat Islam dan astronomi. Alfraganun menciptakan jam matahari.
Astronomi secara umumnya adalah ilmu berkenaan kaji bintang. Ilmu ini merangkumi pemerhatian maupun penjelasan berkaitan perkara yang berlaku di luar bumi dan atmosfera bumi. Ilmu astronomi boleh juga diertikan dengan ilmu falak.
Mengikut Dictionary of Astronomy (Illingworth, 1979) maksud astronomi ialah kajian terapan dan teoretis mengenai objek-objek alam semesta secara keseluruhannya.
Ilmu astronomi juga terdapat di al-quran contohnya:
Dan dialah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, agar kamu menjadikannya petunjuk dalam kegelapan di darat dan di laut. Sesungguhnya kami Telah menjelaskan tanda-tanda kebesaran (kami) kepada orang-orang yang Mengetahui.”[Al-An’am:97]

B.      ILMU FISIKA
Mempelajari Ilmu Fisika secara Islami bagaimana cara pandang seorang fisikawan terhadap alam, bagaimana konsep ia tentang ilmu, dan bagaimana konsepnya tentang Tuhan. Fikiran seorang fisikawan akan memahami benar bahwa ada keterkaitan yang erat antara ilmu (‘ilm), alam (‘alam), dan Pencipta (al-Khaliq). Kata ‘ilm sendiri berasal dari kata dasar yang terdiri, ‘a-l-m, atau ‘alam. Makna yang dikandungnya adalah ‘alaamah, yang berarti “petunjuk arah”. Menurut al-Raghib al-Isfahani al-‘alam adalah “al-atsar alladzi yu’lam bihi syai” (jejak yang dengannya diketahui sesuatu).
Fisika adalah ilmu pengetahuan yang paling mendasar, karena berhubungan dengan perilaku dan struktur benda. Bidang fisika biasanya biasanya dibagi menjadi gerak, fluida, panas, suara, cahaya, listrik dan magnet, dan topik-topik modern seperti relativitas, struktur atom, fisika zat padat, fisika nuklir, partikel elementer, dan astrofisika.
Ayat yang menjelaskan tentang  waktu adalah Relatif. Albert Einstein, telah mengejutkan sarjana-sarjana fisika lainnya di seluruh dunia dengan sebuah teori relativitas. Dengan teori ini orang mengetahui tentangkesetaraan massa dan tenaga, yang merupakan dasar dalam perhitungan tenaga nuklir, dan juga orang mengetahui bahwa besarnya massa, ukuran panjang, dan waktu adalah relatif, tergantung pada kecepatan sistemnya.
1.      Dia mengatur segala urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadaNYA dalam suatu hari yang kadarnya (lamanya) adalah seribu tahun menurut menurut perhitunganmu (QS.As-sajdah:5)
2.      Dan, Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu. (QS.Al-Hajj:47)


C.        KIMIA
Dulu, bidang kimia disebut sebagai fenomena dari ilmu, seni dan sihir. Akan tetapi bidang ini berubah menjadi ilmu kimia yang dikenal hingga saat ini. Ilmu kimia di zaman dahulu merupakan ilmu yang merupakan gabungan dari masalah alam, spiritual dan filsafat. Menurut pandangan para kimia, fenomena alamlah yang membentuk tembaga dan zat-zat materi dari skala atom hingga molekul. Ilmu kimia berfungsi membahas berbagai masalah yang berkaitan dengan zat-zat materi di alam.
Saat ini, kimia dikenal sebagai ilmu yang mengkaji komposisi, struktur dan sifat zat atau materi dari skala atom hingga molekul serta perubahan atau transformasi serta interaksi mereka untuk membentuk materi yang ditemukan sehari-hari. Kimia juga mempelajari pemahaman sifat dan interaksi atom individu dengan tujuan untuk menerapkan pengetahuan tersebut pada tingkat makroskopik. Kimia menjadi ilmu khusus untuk pertama kalinya di Barat dan Iskandariah, Mesir.
Di dunia ilmu kimia, para pakar muslim mempunyai peran besar. Ilmu kimia yang dipahami saat ini mampu didefenisikan dengan baik oleh para pakar muslim sekitar 12 abad lalu. Banyak ilmuwan muslim yang melakukan riset terkait ilmu kimia. Sebagai contoh,  Abu al-Qasem Mohammad Iraqi, Zakaria Razi dan Jabir Ibn Hayyan Tusi masing-masing melakukan di bidang-bidang ilmia kimia.
Jabir Ibn Hayyan Tusi dapat dikatakannya sebagai pakar kimia muslim yang lebih dikenal di dunia ilmu kimia. Karya-karya ilmu kimia Jabir Ibn Hayyan tidak hanya dikenal di dunia Islam, tapi juga dikenal hingga Barat. Imuwan muslim ini lebih dikenal dengan nama Ibnu Geber.
D.        KEDOKTERAN
Ilmu kedokteran adalah cabang ilmu kesehatan yang mempelajari tentang cara mempertahankan kesehatan manusia dan mengembalikan manusia pada keadaan sehat dengan memberikan pengobatan pada penyakit dan cedera.
Ilmu kedokteran Islam lahir sebagai pembaruan ilmu kedokteran Yunani yang dirintis oleh Hipokrates dan tradisi Galen dengan teori serta praktik bangsa Persia dan India. Penghubung yang paling penting antara tradisi kedokteran Islam dan tradisi kedokteran sebelumnya adalah perguruan di Jundisapur (sekarang wilayah Iran).
Pengaruh langsung pertama kedokteran Jundisapur dalam kalangan Islam terjadi pada tahun 865 M. Pada waktu itu, Khalifah Abu Ja'far al-Mansyur meminta para dokter Jundisapur mengobatinya dari penyakit dyspepsia (peradangan selaput lendir lambung). Dokter Jirjis Bukhtyishuri dapat menyembuhkan penyakit Khalifah Abu Ja'far al-Mansyur tersebut.
Pada pemerintahan Bani Abbasiyah, rumah sakit menjadi pusat pengajaran ilmu kedokteran. Sementara itu, aspek teoritisnya dibahas di masjid dan madrasah. Selain terdapat pusat pengajaran ilmu kedokteran, banyak pula buku-buku kedokteran yang diterjemahkan dari bahasa Yunani, Persia, dan India ke dalam bahasa Arab. Pada masa pemerintahan Harun ar-Rasyid, terdapat 800 orang dokter di Kota Baghdad. Hal itu menunjukan kemajuan ilmu kedokteran pada masa itu.
Kegiatan penerjemahan ilmu kedokteran ke dalam bahasa Arab merupakan awal munculnya tokoh kedokteran Islam. Banyak ilmuwan muslim menulis kitab kedokteran. Ahli kedokteran Islam pada mulanya mendirikan tempat-tempat penelitian dan praktik dengan alat yang didatangkan dari Yunani. Dalam perkembangannya, mereka mendapat temuan-temuan asli dalam ilmu kedokteran. Kitab-kitab yang mereka karang jauh lebih maju daripada kitab-kitab terjemahan. Jika pada abad ke 8 M-ke 9 M orang Islam masih menjadi murid, pada abad ke 10 M-ke 11 M mereka menjadi guru bagi orang-orang Kristen dan Yahudi. Pengarang kedokteran pertama Islam adalah Ali bin Rabban at-Tabari yang menulis Firdaus al-Hikmah pada tahun 850 M. Karyanya memuat berbagai hal dalam bidang patologi, farmakologi, dan diet. Buku itu juga menjadi tanda munculnya aliran kedokteran yang baru pada waktu itu.
Setelah at-Tabani, lahir ratusan dokter dan ilmuwan kedokteran Islam, seperti ar-Razi, Ali bin al-Abbas, Ibnu Sina, Jabir bin Hayyan, al-Kindi, dan al-Farabi.

E.        KLONING
Kloning manusia adalah teknik membuat keturunan dengan kode genetik yang sama dengan induknya yang berupa manusia. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengambil sel tubuh (sel somatik) dari tubuh manusia, kemudian diambil inti selnya (nukleusnya), dan selanjutnya ditanamkan pada sel telur (ovum) wanita yang telah dihilangkan inti selnya dengan suatu metode yang mirip dengan proses pembuahan atau inse­minasi buatan. Dengan metode semacam itu, kloning manusia dilaksanakan dengan cara mengambil inti sel dari tubuh seseorang, lalu dimasukkan ke dalam sel telur yang diambil dari seorang perempuan. Lalu dengan bantuan cairan kimiawi khusus dan kejutan arus listrik, inti sel digabungkan dengan sel telur.
Setelah proses penggabungan ini terjadi, sel telur yang telah bercampur dengan inti sel tersebut ditrans­fer ke dalam rahim seorang perempuan, agar dapat memperbany­ak diri, berkembang, berdiferensiasi, dan berubah menjadi janin sempurna. Setelah itu keturunan yang dihasilkan dapat dilahirkan secara alami. Keturunan ini akan berkode genetik sama dengan induknya, yakni orang yang menjadi sumber inti sel tubuh yang telah ditanamkan pada sel telur perempuan.
Para ulama mengkaji kloning dalam pandangan hukum islam bermula dari ayat berikut:
Suraat al-hajj ayat : 5 
Artinya; “Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), Maka (ketahuilah) Sesungguhnya kami Telah menjadikan kamu dari tanah, Kemudian dari setetes mani, Kemudian dari segumpal darah, Kemudian dari segumpal daging yang Sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar kami jelaskan kepada kamu dan kami tetapkan dalam rahim, apa yang kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, Kemudian kami keluarkan kamu sebagai bayi, Kemudian (dengan berangsur- angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya Telah diketahuinya. dan kamu lihat bumi Ini kering, Kemudian apabila Telah kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah”
Ayat tersebut menampakkan paradigma al-Qur'an tentang penciptan manusia mencegah tindakan-tindakan yang mengarah pada kloning. Dari awal kehidupan hingga saat kematian, semuanya adalah tindakan Allah SWT. Segala bentuk peniruan atas tindakan-Nya dianggap sebagai perbuatan yang melampaui batas.
F. BAYI TABUNG
Bayi tabung/inseminasi buatan apabila dilakukan dengan sel sperma dan ovum suami istri sendiri dan tidak ditransfer embrionya ke dalam rahim wanita lain termasuk istrinya sendiri yang lain (apabila berpoligami) maka islam membenarkan, baik dengan cara pembuahan di dalam ataupun diluar (tabung) asalkan keadaan dan kondisi suami istri yang bersangkutan benar-benar memerlukan cara inseminasi buatan untuk memperoleh anak, karena berbagai macam alasan.
Sebaliknya apabila inseminasi buatan itu dilakukan dengan bantuan donor sperma dan ovum maka diharamkan dan hukumnya sama dengan zina. Dan sebagai akibatnya anak hasil inseminasi buatan tidak sah dan nasabnya hanya berhubungan dengan ibu yang melahirkan.

G.        ABORSI dan EUTHANASIA
a. Aborsi
Perkataan abortus dalam bahasa Inggris disebut abortion berasal dari bahasa latin yang berarti gugur kandungan atau keguguran.
Menurut pandangan Islam, Apabila abortus dilakukan sebelum diberi ruh/nyawa pada janin (embrio), yaitu sebelum berumur 4 bulan, ada beberapa pendapat, di antaranya :
1. Ada ulama yang membolehkan abortus, antara lain Muhammad Ramli dalam kitab Al-Nihayah (meninggal tahun 1596) dengan alasan, karena belum ada makhluk yang bernyawa.
2. Ada ulama yang memandangnya makruh, dengan alasan karena janin sedang mengalami pertumbuhan. Dan ada pula yang mengharamkannya antara lain Inbu Hajar (wapat pada Th 1567) dalam kitabnya Al-Tuhfah dan Al-Gozali dalam kitabnya, Ihya Ulumuddin. Dan apabila abortus dilakukan sesudah janin bernyawa atau berumur 4 bulan, maka dikalangan ulama telah ada ijma (consensus tentang haramnya abortus )
3. Muhammad Syaltut eks Rektor Unipersitas Al-Azhar Mesir, mengatakan bahwa sejak bertemunya sel sperma (mani lelaki) dengan ovum (sel telur wanita), maka pengguguran adalah suatu kejahatan dan haram hukumnya, sekalipun si janin belum diberi nyawa, sebab sudah ada kehidupan pada kandungan yang sedang mengalami pertumbuhan dan persiapan untuk menjadi mekhluk baru yang bernyawa bernama manusia, yang harus di hormati dan dilindungi eksistensinya. Dan makin jahat dan makin besar dosanya, apabila pengguguran dilakukan setelah janin bernyawa, apa lagi sangat besar dosanya kalau sampai di bunuh atau dibuang bayi yang baru lahir dari kandungan. Tetapi apabila pengguguran itu dilakukan benar-benar terpaksa demi melindungi/menyelamatkan si ibu, maka Islam membolehkan.

b.      Euthanasia
Berikut ini solusi syariah terhadap euthanasia, baik euthanasia aktif maupun euthanasia pasif. Syariah Islam mengharamkan euthanasia aktif, karena termasuk dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-‘amad), walaupun niatnya baik yaitu untuk meringankan penderitaan pasien. Hukumnya tetap haram, walaupun atas permintaan pasien sendiri atau keluarganya. Dalil-dalil dalam masalah ini sangatlah jelas, yaitu dalil-dalil yang mengharamkan pembunuhan. Baik pembunuhan jiwa orang lain, maupun membunuh diri sendiri. (QS Al-An’aam : 151), (QS An-Nisaa` : 92), (QS An-Nisaa` : 29).
Dari dalil-dalil di atas, jelaslah bahwa haram hukumnya bagi dokter melakukan euthanasia aktif. Sebab tindakan itu termasuk ke dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-‘amad) yang merupakan tindak pidana (jarimah) dan dosa besar.
Dokter yang melakukan euthanasia aktif, misalnya dengan memberikan suntikan mematikan, menurut hukum pidana Islam akan dijatuhi qishash (hukuman mati karena membunuh), oleh pemerintahan Islam (Khilafah), (QS Al-Baqarah : 178).
Tidak dapat diterima, alasan euthanasia aktif yang sering dikemukakan yaitu kasihan melihat penderitaan pasien sehingga kemudian dokter memudahkan kematiannya. Alasan ini hanya melihat aspek lahiriah (empiris), padahal di balik itu ada aspek-aspek lainnya yang tidak diketahui dan tidak dijangkau manusia. Dengan mempercepat kematian pasien dengan euthanasia aktif, pasien tidak mendapatkan manfaat (hikmah) dari ujian sakit yang diberikan Allah kepada-Nya, yaitu pengampunan dosa. Rasulullah SAW bersabda,”Tidaklah menimpa kepada seseorang muslim suatu musibah, baik kesulitan, sakit, kesedihan, kesusahan, maupun penyakit, bahkan duri yang menusuknya, kecuali Allah menghapuskan kesalahan atau dosanya dengan musibah yang menimpanya itu.” (HR Bukhari dan Muslim).
Adapun hukum euthanasia pasif, sebenarnya faktanya termasuk dalam praktik menghentikan pengobatan. Tindakan tersebut dilakukan berdasarkan keyakinan dokter bahwa pengobatan yag dilakukan tidak ada gunanya lagi dan tidak memberikan harapan sembuh kepada pasien. Karena itu, dokter menghentikan pengobatan kepada pasien, misalnya dengan cara menghentikan alat pernapasan buatan dari tubuh pasien. Abdul Qadim Zallum (1998:69) mengatakan bahwa jika para dokter telah menetapkan bahwa si pasien telah mati organ otaknya, maka para dokter berhak menghentikan pengobatan, seperti menghentikan alat bantu pernapasan dan sebagainya. Sebab pada dasarnya penggunaan alat-alat bantu tersebut adalah termasuk aktivitas pengobatan yang hukumnya sunnah, bukan wajib. Kematian otak tersebut berarti secara pasti tidak memungkinkan lagi kembalinya kehidupan bagi pasien. Meskipun sebagian organ vital lainnya masih bisa berfungsi, tetap tidak akan dapat mengembalikan kehidupan kepada pasien, karena organ-organ ini pun akan segera tidak berfungsi.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka hukum pemasangan alat-alat bantu kepada pasien adalah sunnah, karena termasuk aktivitas berobat yang hukumnya sunnah. Karena itu, hukum euthanasia pasif dalam arti menghentikan pengobatan dengan mencabut alat-alat bantu pada pasien –setelah matinya/rusaknya organ otak—hukumnya boleh (jaiz) dan tidak haram bagi dokter. Jadi setelah mencabut alat-alat tersebut dari tubuh pasien, dokter tidak dapat dapat dikatakan berdosa dan tidak dapat dimintai tanggung jawab mengenai tindakannya itu (Zallum, 1998:69; Zuhaili, 1996:500; Utomo, 2003:182).
Namun untuk bebasnya tanggung jawab dokter, disyaratkan adanya izin dari pasien, walinya, atau washi-nya (washi adalah orang yang ditunjuk untuk mengawasi dan mengurus pasien). Jika pasien tidak mempunyai wali, atau washi, maka wajib diperlukan izin dari pihak penguasa.

H.        TRANSPLANTASI DAN TRANSFUSI
a. Transplantasi
Transplantasi adalah perpindahan sebagian atau seluruh jaringan atau organ dari satu individu pada individu itu sendiri atau pada individu lainnya baik yang sama maupun berbeda spesies. Saat ini yang lazim di kerjakan di Indonesia saat ini adalah pemindahan suatu jaringan atau organ antar manusia, bukan antara hewan ke manusia, sehingga menimbulkan pengertian bahwa transplantasi adalah pemindahan seluruh atau sebagian organ dari satu tubuh ke tubuh yang lain atau dari satu tempat ke tempat yang lain di tubuh yang sama. Transplantasi ini ditujukan untuk mengganti organ yang rusak atau tak berfungsi pada penerima dengan organ lain yang masih berfungsi dari pendonor.
Didalam syariat Islam hukum mengenai transplantasi organ dan donor organ ditinjau dari keadaan si pendonor tersebut, yaitu :
1.      Transplantasi Organ Dari Donor Yang Masih Hidup
Dalam syara seseorang diperbolehkan pada saat hidupnya mendonorkan sebuah organ tubuhnya atau lebih kepada orang lain yang membutuhkan organ yang disumbangkan itu, seperti ginjal. Akan tetapi mendonorkan organ tunggal yang dapat mengakibatkan kematian si pendonor, seperti mendonorkan jantung, hati dan otaknya. Maka hukumnya tidak diperbolehkan, berdasarkan firman Allah SWT dalam Al – Qur’an surat Al – Baqorah ayat 195 dan An – Nisa ayat 29 .


2.      Hukum Transplantasi Dari Donor Yang Telah Meninggal.
Sebelum kita mempergunakan organ tubuh orang yang telah meninggal, kita harus mendapatkan kejelasan hukum transplantasi organ dari donor tersebut. Adapun beberapa hukum yang harus kita tahu, yaitu :
                                       i.            Dilakukan setelah memastikan bahwa si penyumbang ingin menyumbangkan organnya setelah dia meninggal. Bisa dilakukan melalui surat wasiat atau menandatangani kartu donor atau yang lainnya.
                                     ii.            Jika terdapat kasus si penyumbang organ belum memberikan persetujuan terlebih dahulu tentang menyumbangkan organnya ketika dia meninggal maka persetujuan bisa dilimpahkan kepada pihak keluarga penyumbang terdekat yang dalam posisi dapat membuat keputusan atas penyumbang.
                                   iii.            Organ atau jaringan yang akan disumbangkan haruslah organ atau jaringan yang ditentukan dapat menyelamatkan atau mempertahankan kualitas hidup manusia lainnya.
                                   iv.            Organ yang akan disumbangkan harus dipindahkan setelah dipastikan secara prosedur medis bahwa si penyumbang organ telah meninggal dunia.
                                     v.            Organ tubuh yang akan disumbangkan bisa juga dari korban kecelakaan lalu lintas yang identitasnya tidak diketahui tapi hal itu harus dilakukan dengan seizin hakim.

b.    Tranfusi Darah
Transfusi Darah adalah proses pemindahan darah dari seseorang yang sehat (donor) ke orang sakit (respien). Darah yang dipindahkan dapat berupa darah lengkap dan komponen darah. Sama halnya dengan tranplantasi organ tubuh, tranfusi darah terkait pada beberapa hal, yaitu donor adalah orang yang menyumbangkan darah kepada orang yang membutuhkannya. Al Quran dan sunnah tidak membahas masalah transfusi darah. Tetapi, menurut berbagai prinsip dan ajaran umum yang terdapat dalam sumber-sumber orisinil islam, darah yang mengalir selalu dianggap sebagai benda najis. Selain itu, islam melarang para pemeluknya untuk mengkonsumsi darah. Menurut beberapa pendapat ada beberapa hukum mengenai transfuse darah diantaranya:
Menurut pandangan almarhum Mufti Syafi transfusi darah merupakan suatu yang haram, karena :
1.    Darah sebagai bagian dari tubuh manusia : darah merupakan bagian tubuh manusia, maka pengambilan dan pentransfusiannya ke dalam system peredaran darah orang lain bisa disamakan dengan upaya mengubah takdir manusia, karenanya dilarang.
2.    Darah sebagai benda najis : darah yang diambil dari tubuh seseorang pada dasarnya adalah najis.
Mufti Syafi menetapkan bahwa dengan mempertimbangkan kelonggaran dan kemudahan yang diberikan syariat bagi kondisi-kondisi luar biasa yaitu yang mengancam jiwa, dan bagi upaya pengobatan, maka transfuse darah hukumnya boleh (ja’iz). Pada penjelasan yang lain Muft Syafi menerangkan bahwa darah diambil dengan jarum, tanpa mengiris bagian tubuh manapun lalu di transfusikan kedalam tubuh orang lain untuk memperpanjang hidupnya.
Muft Syafi juga berpendapat bahwa meskipun darah termasuk benda najis, namun mendonorkan darah untuk di transfusikan pada orang lain hukumnya adalah boleh atas dasar keterdesakan, dan hal ini termasuk dalam kategori memanfaatkan benda terlarang sebagai obat. Menurut Syekh Ahmad Fahmi Abu Sinnah, Dr. Abd al-Salam al-Syukri, dan Syekh Jad al-Haqq tranfusi darah hukumnya boleh jika memenuhi syarat sebagai berikut:
1.    Transfusi darah hanya boleh dilakukan jika ada kebutuhan yang mendesak untuk itu.
2.    Transfusi darah juga boleh dilakukan ketika tidak membahayakan nyawa si pasien tetapi, dalam pandangan dokter yang berkompeten, pasien tidak mungkin disembuhkan tanpa transfusi darah.
3.    Transfusi darah tidak di perbolehkan jika tujuannya hanya untuk peningkatan kesehatan.
4.    Donor secara ikhlas berniat mendonorkan darahnya.
5.    Tidak ada bahaya serius yang mengancam jiwa atau kesehatan donor akibat transfuse itu.
6.    Harus sudah dipastikan bahwa tidak ada jalan lain untuk menyelamatkan nyawa resipien kecuali dengan transfuse darah.
7.    Derajat keberhasilan melalui cara pengobatan ini diperkirakan tinggi.
8.    Hidup donor sama sekali tidak terganggu setelah darah tidak diambil dari tubuhnya.
9.   Donor harus bebas dari segala macam penyakit menular, dan ia tidak menderita kecanduan sesuatu.


KESIMPULAN
Semua ilmu IPTEK terdapat di al-quran dan banyak ilmuan muslim yang berhasil membuat suatu teori dan hasil praktik yang bermanfaat bagi manusia lainnya. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) di satu sisi memang berdampak  positif yakni dapat memperbaiki kualitas hidup manusia. Berbagai sarana berasal dari IPTEK seperti industri, komunikasi, militer dan transportasi terbukti sangat bermanfaat. Tapi, disisi lain, tak jarang IPTEK berdampak negatif karena merugikan dan membahayakan manusia. Disinilah peran agama sebagai pedoman hidup menjadi sangat penting untuk dilihat kembali. Agama dapat memberi tuntunan agar kita memperoleh dampak iptek yang positif dan mengeliminasi dampak negatif seminimal mungkin.

Ilmu pasti atau disebut ilmu logika. ilmu logika adalah ilmu mempelajari metode dan hukum-hukum yang mengunakan penalaran yang benar dari penalaran yang salah. Ibnu Sina atau Avicena, selain menguasai ilmu kedokteran juga pakar di bidang filsafat agama dan sastra. Ali Tabari, selain ahli di bidang obat-obatan juga pakar dalam filsafat Islam dan astronomi.
         Mengunakan gigi kawat terdapat dua hukum. Pertama di perbolehkan jika tidak mengunakan kawat gigi malah menimbulkan penyakit dan kedua haram jika mengunakannya hanya untuk fashion ataupun pamer. Memotong alis saat pernikahan juga haram walau pun mencukur alis itu adalah sebuah adat/kebiasaan di acara pernikahan. Tetapi, seharusnya adat yang mengikuti agama bukan agama yang mengikuti adat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar