PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Islam merupakan agama
yang sangat memerhatikan segala aspek kehidupan. Segalanya telah diatur sesuai
dengan perintah dari Allah SWT. Cakupan aspek yang diatur itu dimulai dari
bangun tidur sampai kita tidur lagi. Itu diatur agar kita bisa menjalani
kehidupan dengan teratur, baik, dan bermanfaat.
Aspek yang cukup
diperhatikan dalam Islam adalah pengetahuan atau ilmu yang bermanfaat. Menuntut
ilmu itu hukumnya wajib, seperti yang telah diterangkan dalam hadits: Rasulullah
saw bersabda: "Menuntut ilmu wajib atas tiap muslim (baik muslimin maupun
muslimah)." (HR. Ibnu Majah).
Ilmu juga berkaitan
dengan perkembangan teknologi. Sampai sekarang, perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi (IPTEK) telah berkembang pesat. Kemajuan IPTEK itu sendiri
didominasi kuat oleh peradaban orang Barat. Sedangkan negara-negara yang
mayoritas penduduknya beragama Islam sebagian besar merupakan negara
berkembang.
Di samping adanya
manfaat dari perkembangan IPTEK itu sendiri, IPTEK ternyata juga memberikan
dampak buruk kepada para penggunanya, seperti pengaksesan situs porno di
internet, perjudian, dan kecurangan. Di sinilah peran agama Islam untuk
meluruskannya. Tulisan ini bertujuan menjelaskan peran Islam itu sendiri
terhadap perkembangan IPTEK.
B. Rumusan
Masalah
Sebagai batasan
pembahasan dalam penyusunan Paper ini penulis memberikan rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana
persepektif Islam terhadap Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ?
2. Bagaimana
peran Islam dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ?
PERKEMBANGAN IPTEK DI DUNIA ISLAM
Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) di satu sisi memang berdampak positif yakni dapat memperbaiki kualitas
hidup manusia. Berbagai sarana berasal dari IPTEK seperti industri, komunikasi,
militer dan transportasi terbukti sangat bermanfaat. Tapi, disisi lain, tak
jarang IPTEK berdampak negative karena merugikan dan membahayakan manusia.
Disinilah peran agama sebagai pedoman hidup menjadi sangat penting untuk
dilihat kembali. Agama dapat memberi tuntunan agar kita memperoleh dampak iptek
yang positif dan mengeliminasi dampak negatif seminimal mungkin.
A.
ILMU PASTI DAN ASTRONOMI
Ilmu pasti atau disebut ilmu logika. ilmu logika adalah
ilmu mempelajari metode dan hukum-hukum yang mengunakan penalaran yang benar
dari penalaran yang salah. Pada dasarnya semua cabang ilmu
pengetahuan adalah ilmu Islami. Ibnu Sina atau Avicena, selain menguasai ilmu
kedokteran juga pakar di bidang filsafat agama dan sastra. Ali Tabari, selain
ahli di bidang obat-obatan juga pakar dalam filsafat Islam dan astronomi. Alfraganun
menciptakan jam matahari.
Astronomi
secara umumnya adalah ilmu berkenaan kaji bintang. Ilmu ini merangkumi
pemerhatian maupun penjelasan berkaitan perkara yang berlaku di luar bumi dan
atmosfera bumi. Ilmu astronomi boleh juga diertikan dengan ilmu falak.
Mengikut
Dictionary of Astronomy (Illingworth, 1979) maksud astronomi ialah kajian terapan
dan teoretis mengenai objek-objek alam semesta secara keseluruhannya.
Ilmu
astronomi juga terdapat di al-quran contohnya:
“Dan
dialah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, agar kamu menjadikannya petunjuk
dalam kegelapan di darat dan di laut. Sesungguhnya kami Telah menjelaskan
tanda-tanda kebesaran (kami) kepada orang-orang yang Mengetahui.”[Al-An’am:97]
B.
ILMU FISIKA
Mempelajari Ilmu Fisika
secara Islami bagaimana cara pandang seorang fisikawan terhadap alam, bagaimana
konsep ia tentang ilmu, dan bagaimana konsepnya tentang Tuhan. Fikiran seorang
fisikawan akan memahami benar bahwa ada keterkaitan yang erat antara ilmu
(‘ilm), alam (‘alam), dan Pencipta (al-Khaliq). Kata ‘ilm sendiri berasal dari
kata dasar yang terdiri, ‘a-l-m, atau ‘alam. Makna yang dikandungnya adalah
‘alaamah, yang berarti “petunjuk arah”. Menurut al-Raghib al-Isfahani al-‘alam
adalah “al-atsar alladzi yu’lam bihi syai” (jejak yang dengannya diketahui
sesuatu).
Fisika adalah ilmu
pengetahuan yang paling mendasar, karena berhubungan dengan perilaku dan
struktur benda. Bidang fisika biasanya biasanya dibagi menjadi gerak, fluida, panas,
suara, cahaya, listrik dan magnet, dan topik-topik modern seperti relativitas, struktur
atom, fisika zat padat, fisika nuklir, partikel elementer, dan astrofisika.
Ayat yang
menjelaskan tentang waktu adalah Relatif. Albert Einstein, telah
mengejutkan sarjana-sarjana fisika lainnya di seluruh dunia dengan sebuah teori
relativitas. Dengan teori ini orang mengetahui tentangkesetaraan massa dan
tenaga, yang merupakan dasar dalam perhitungan tenaga nuklir, dan juga orang
mengetahui bahwa besarnya massa, ukuran panjang, dan waktu adalah relatif,
tergantung pada kecepatan sistemnya.
1.
Dia mengatur segala urusan dari langit
ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadaNYA dalam suatu hari yang kadarnya
(lamanya) adalah seribu tahun menurut menurut perhitunganmu (QS.As-sajdah:5)
2.
Dan, Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu
adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu. (QS.Al-Hajj:47)
C. KIMIA
Dulu, bidang
kimia disebut sebagai fenomena dari ilmu, seni dan sihir. Akan tetapi bidang
ini berubah menjadi ilmu kimia yang dikenal hingga saat ini. Ilmu kimia di
zaman dahulu merupakan ilmu yang merupakan gabungan dari masalah alam,
spiritual dan filsafat. Menurut pandangan para kimia, fenomena alamlah yang
membentuk tembaga dan zat-zat materi dari skala atom hingga molekul. Ilmu kimia
berfungsi membahas berbagai masalah yang berkaitan dengan zat-zat materi di
alam.
Saat ini, kimia
dikenal sebagai ilmu
yang mengkaji komposisi, struktur dan sifat zat atau materi
dari skala atom
hingga molekul
serta perubahan atau transformasi serta interaksi mereka untuk membentuk materi
yang ditemukan sehari-hari. Kimia juga mempelajari pemahaman sifat
dan interaksi atom individu dengan tujuan untuk menerapkan pengetahuan
tersebut pada tingkat makroskopik. Kimia menjadi ilmu khusus untuk pertama
kalinya di Barat dan Iskandariah, Mesir.
Di dunia ilmu
kimia, para pakar muslim mempunyai peran besar. Ilmu kimia yang dipahami saat
ini mampu didefenisikan dengan baik oleh para pakar muslim sekitar 12 abad
lalu. Banyak ilmuwan muslim yang melakukan riset terkait ilmu kimia. Sebagai
contoh, Abu al-Qasem Mohammad Iraqi, Zakaria Razi dan Jabir Ibn Hayyan
Tusi masing-masing melakukan di bidang-bidang ilmia kimia.
Jabir Ibn Hayyan
Tusi dapat dikatakannya sebagai pakar kimia muslim yang lebih dikenal di dunia
ilmu kimia. Karya-karya ilmu kimia Jabir Ibn Hayyan tidak hanya dikenal di
dunia Islam, tapi juga dikenal hingga Barat. Imuwan muslim ini lebih dikenal dengan
nama Ibnu Geber.
D. KEDOKTERAN
Ilmu kedokteran
adalah cabang ilmu kesehatan yang mempelajari tentang cara mempertahankan
kesehatan manusia dan mengembalikan manusia pada keadaan sehat dengan
memberikan pengobatan pada penyakit dan cedera.
Ilmu kedokteran
Islam lahir sebagai pembaruan ilmu kedokteran Yunani yang dirintis oleh
Hipokrates dan tradisi Galen dengan teori serta praktik bangsa Persia dan
India. Penghubung yang paling penting antara tradisi kedokteran Islam dan
tradisi kedokteran sebelumnya adalah perguruan di Jundisapur (sekarang
wilayah Iran).
Pengaruh
langsung pertama kedokteran Jundisapur dalam kalangan Islam terjadi pada tahun
865 M. Pada waktu itu, Khalifah Abu Ja'far al-Mansyur meminta para
dokter Jundisapur mengobatinya dari penyakit dyspepsia (peradangan
selaput lendir lambung). Dokter Jirjis Bukhtyishuri dapat menyembuhkan penyakit
Khalifah Abu Ja'far al-Mansyur tersebut.
Pada
pemerintahan Bani Abbasiyah, rumah sakit menjadi pusat pengajaran ilmu
kedokteran. Sementara itu, aspek teoritisnya dibahas di masjid dan madrasah.
Selain terdapat pusat pengajaran ilmu kedokteran, banyak pula buku-buku
kedokteran yang diterjemahkan dari bahasa Yunani, Persia, dan India ke dalam
bahasa Arab. Pada masa pemerintahan Harun ar-Rasyid, terdapat 800 orang
dokter di Kota Baghdad. Hal itu menunjukan kemajuan ilmu kedokteran pada masa
itu.
Kegiatan
penerjemahan ilmu kedokteran ke dalam bahasa Arab merupakan awal munculnya
tokoh kedokteran Islam. Banyak ilmuwan muslim menulis kitab kedokteran. Ahli
kedokteran Islam pada mulanya mendirikan tempat-tempat penelitian dan praktik
dengan alat yang didatangkan dari Yunani. Dalam perkembangannya, mereka
mendapat temuan-temuan asli dalam ilmu kedokteran. Kitab-kitab yang mereka
karang jauh lebih maju daripada kitab-kitab terjemahan. Jika pada abad ke 8
M-ke 9 M orang Islam masih menjadi murid, pada abad ke 10 M-ke 11 M mereka
menjadi guru bagi orang-orang Kristen dan Yahudi. Pengarang kedokteran pertama
Islam adalah Ali bin Rabban at-Tabari yang menulis Firdaus al-Hikmah
pada tahun 850 M. Karyanya memuat berbagai hal dalam bidang patologi,
farmakologi, dan diet. Buku itu juga menjadi tanda munculnya aliran kedokteran
yang baru pada waktu itu.
Setelah at-Tabani,
lahir ratusan dokter dan ilmuwan kedokteran Islam, seperti ar-Razi, Ali bin
al-Abbas, Ibnu Sina, Jabir bin Hayyan, al-Kindi, dan al-Farabi.
E. KLONING
Kloning
manusia adalah teknik membuat keturunan dengan kode genetik yang sama dengan
induknya yang berupa manusia. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengambil sel
tubuh (sel somatik) dari tubuh manusia, kemudian diambil inti selnya
(nukleusnya), dan selanjutnya ditanamkan pada sel telur (ovum) wanita yang
telah dihilangkan inti selnya dengan suatu metode yang mirip dengan proses
pembuahan atau inseminasi buatan. Dengan metode semacam itu, kloning manusia
dilaksanakan dengan cara mengambil inti sel dari tubuh seseorang, lalu
dimasukkan ke dalam sel telur yang diambil dari seorang perempuan. Lalu dengan
bantuan cairan kimiawi khusus dan kejutan arus listrik, inti sel digabungkan
dengan sel telur.
Setelah
proses penggabungan ini terjadi, sel telur yang telah bercampur dengan inti sel
tersebut ditransfer ke dalam rahim seorang perempuan, agar dapat memperbanyak
diri, berkembang, berdiferensiasi, dan berubah menjadi janin sempurna. Setelah
itu keturunan yang dihasilkan dapat dilahirkan secara alami. Keturunan ini akan
berkode genetik sama dengan induknya, yakni orang yang menjadi sumber inti sel
tubuh yang telah ditanamkan pada sel telur perempuan.
Para
ulama mengkaji kloning dalam pandangan hukum islam bermula dari ayat berikut:
Suraat
al-hajj ayat : 5
Artinya;
“Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur),
Maka (ketahuilah) Sesungguhnya kami Telah menjadikan kamu dari tanah, Kemudian dari
setetes mani, Kemudian dari segumpal darah, Kemudian dari segumpal daging yang
Sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar kami jelaskan kepada kamu
dan kami tetapkan dalam rahim, apa yang kami kehendaki sampai waktu yang sudah
ditentukan, Kemudian kami keluarkan kamu sebagai bayi, Kemudian (dengan
berangsur- angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada
yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai
pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya Telah
diketahuinya. dan kamu lihat bumi Ini kering, Kemudian apabila Telah kami
turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan
berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah”
Ayat
tersebut menampakkan paradigma al-Qur'an tentang penciptan manusia mencegah
tindakan-tindakan yang mengarah pada kloning. Dari awal kehidupan hingga saat
kematian, semuanya adalah tindakan Allah SWT. Segala bentuk peniruan atas
tindakan-Nya dianggap sebagai perbuatan yang melampaui batas.
F. BAYI TABUNG
Bayi
tabung/inseminasi buatan apabila dilakukan dengan sel sperma dan ovum suami
istri sendiri dan tidak ditransfer embrionya ke dalam rahim wanita lain
termasuk istrinya sendiri yang lain (apabila berpoligami) maka islam
membenarkan, baik dengan cara pembuahan di dalam ataupun diluar (tabung)
asalkan keadaan dan kondisi suami istri yang bersangkutan benar-benar
memerlukan cara inseminasi buatan untuk memperoleh anak, karena berbagai macam
alasan.
Sebaliknya apabila
inseminasi buatan itu dilakukan dengan bantuan donor sperma dan ovum maka
diharamkan dan hukumnya sama dengan zina. Dan sebagai akibatnya anak hasil
inseminasi buatan tidak sah dan nasabnya hanya berhubungan dengan ibu yang
melahirkan.
G.
ABORSI dan EUTHANASIA
a. Aborsi
Perkataan abortus dalam
bahasa Inggris disebut abortion berasal dari bahasa latin yang berarti gugur
kandungan atau keguguran.
Menurut pandangan
Islam, Apabila abortus dilakukan sebelum diberi ruh/nyawa pada janin (embrio),
yaitu sebelum berumur 4 bulan, ada beberapa pendapat, di antaranya :
1. Ada ulama yang membolehkan abortus, antara lain
Muhammad Ramli dalam kitab Al-Nihayah (meninggal tahun 1596) dengan alasan,
karena belum ada makhluk yang bernyawa.
2. Ada ulama yang memandangnya makruh, dengan alasan
karena janin sedang mengalami pertumbuhan. Dan ada pula yang mengharamkannya
antara lain Inbu Hajar (wapat pada Th 1567) dalam kitabnya Al-Tuhfah dan
Al-Gozali dalam kitabnya, Ihya Ulumuddin. Dan apabila abortus dilakukan sesudah
janin bernyawa atau berumur 4 bulan, maka dikalangan ulama telah ada ijma
(consensus tentang haramnya abortus )
3. Muhammad Syaltut eks Rektor Unipersitas Al-Azhar
Mesir, mengatakan bahwa sejak bertemunya sel sperma (mani lelaki) dengan ovum
(sel telur wanita), maka pengguguran adalah suatu kejahatan dan haram hukumnya,
sekalipun si janin belum diberi nyawa, sebab sudah ada kehidupan pada kandungan
yang sedang mengalami pertumbuhan dan persiapan untuk menjadi mekhluk baru yang
bernyawa bernama manusia, yang harus di hormati dan dilindungi eksistensinya.
Dan makin jahat dan makin besar dosanya, apabila pengguguran dilakukan setelah
janin bernyawa, apa lagi sangat besar dosanya kalau sampai di bunuh atau
dibuang bayi yang baru lahir dari kandungan. Tetapi apabila pengguguran itu
dilakukan benar-benar terpaksa demi melindungi/menyelamatkan si ibu, maka Islam
membolehkan.
b.
Euthanasia
Berikut ini solusi
syariah terhadap euthanasia, baik euthanasia aktif maupun euthanasia pasif. Syariah
Islam mengharamkan euthanasia aktif, karena termasuk dalam kategori pembunuhan
sengaja (al-qatlu al-‘amad), walaupun niatnya baik yaitu untuk meringankan
penderitaan pasien. Hukumnya tetap haram, walaupun atas permintaan pasien
sendiri atau keluarganya. Dalil-dalil dalam masalah ini sangatlah jelas, yaitu
dalil-dalil yang mengharamkan pembunuhan. Baik pembunuhan jiwa orang lain,
maupun membunuh diri sendiri. (QS Al-An’aam : 151), (QS An-Nisaa` : 92), (QS
An-Nisaa` : 29).
Dari dalil-dalil di
atas, jelaslah bahwa haram hukumnya bagi dokter melakukan euthanasia aktif.
Sebab tindakan itu termasuk ke dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu
al-‘amad) yang merupakan tindak pidana (jarimah) dan dosa besar.
Dokter yang melakukan euthanasia aktif, misalnya dengan memberikan suntikan mematikan, menurut hukum pidana Islam akan dijatuhi qishash (hukuman mati karena membunuh), oleh pemerintahan Islam (Khilafah), (QS Al-Baqarah : 178).
Dokter yang melakukan euthanasia aktif, misalnya dengan memberikan suntikan mematikan, menurut hukum pidana Islam akan dijatuhi qishash (hukuman mati karena membunuh), oleh pemerintahan Islam (Khilafah), (QS Al-Baqarah : 178).
Tidak dapat diterima,
alasan euthanasia aktif yang sering dikemukakan yaitu kasihan melihat
penderitaan pasien sehingga kemudian dokter memudahkan kematiannya. Alasan ini
hanya melihat aspek lahiriah (empiris), padahal di balik itu ada aspek-aspek
lainnya yang tidak diketahui dan tidak dijangkau manusia. Dengan mempercepat
kematian pasien dengan euthanasia aktif, pasien tidak mendapatkan manfaat (hikmah)
dari ujian sakit yang diberikan Allah kepada-Nya, yaitu pengampunan dosa.
Rasulullah SAW bersabda,”Tidaklah menimpa kepada seseorang muslim suatu
musibah, baik kesulitan, sakit, kesedihan, kesusahan, maupun penyakit, bahkan
duri yang menusuknya, kecuali Allah menghapuskan kesalahan atau dosanya dengan
musibah yang menimpanya itu.” (HR Bukhari dan Muslim).
Adapun hukum euthanasia
pasif, sebenarnya faktanya termasuk dalam praktik menghentikan pengobatan.
Tindakan tersebut dilakukan berdasarkan keyakinan dokter bahwa pengobatan yag
dilakukan tidak ada gunanya lagi dan tidak memberikan harapan sembuh kepada
pasien. Karena itu, dokter menghentikan pengobatan kepada pasien, misalnya
dengan cara menghentikan alat pernapasan buatan dari tubuh pasien. Abdul Qadim Zallum
(1998:69) mengatakan bahwa jika para dokter telah menetapkan bahwa si pasien
telah mati organ otaknya, maka para dokter berhak menghentikan pengobatan,
seperti menghentikan alat bantu pernapasan dan sebagainya. Sebab pada dasarnya
penggunaan alat-alat bantu tersebut adalah termasuk aktivitas pengobatan yang
hukumnya sunnah, bukan wajib. Kematian otak tersebut berarti secara pasti tidak
memungkinkan lagi kembalinya kehidupan bagi pasien. Meskipun sebagian organ
vital lainnya masih bisa berfungsi, tetap tidak akan dapat mengembalikan
kehidupan kepada pasien, karena organ-organ ini pun akan segera tidak
berfungsi.
Berdasarkan penjelasan
di atas, maka hukum pemasangan alat-alat bantu kepada pasien adalah sunnah,
karena termasuk aktivitas berobat yang hukumnya sunnah. Karena itu, hukum
euthanasia pasif dalam arti menghentikan pengobatan dengan mencabut alat-alat
bantu pada pasien –setelah matinya/rusaknya organ otak—hukumnya boleh (jaiz)
dan tidak haram bagi dokter. Jadi setelah mencabut alat-alat tersebut dari
tubuh pasien, dokter tidak dapat dapat dikatakan berdosa dan tidak dapat
dimintai tanggung jawab mengenai tindakannya itu (Zallum, 1998:69; Zuhaili,
1996:500; Utomo, 2003:182).
Namun untuk bebasnya
tanggung jawab dokter, disyaratkan adanya izin dari pasien, walinya, atau
washi-nya (washi adalah orang yang ditunjuk untuk mengawasi dan mengurus
pasien). Jika pasien tidak mempunyai wali, atau washi, maka wajib diperlukan
izin dari pihak penguasa.
H.
TRANSPLANTASI DAN TRANSFUSI
a. Transplantasi
Transplantasi adalah perpindahan sebagian atau
seluruh jaringan atau organ dari satu individu pada individu itu sendiri atau
pada individu lainnya baik yang sama maupun berbeda spesies. Saat ini yang
lazim di kerjakan di Indonesia saat ini adalah pemindahan suatu jaringan atau
organ antar manusia, bukan antara hewan ke manusia, sehingga menimbulkan
pengertian bahwa transplantasi adalah pemindahan seluruh atau sebagian organ
dari satu tubuh ke tubuh yang lain atau dari satu tempat ke tempat yang lain di
tubuh yang sama. Transplantasi ini ditujukan untuk mengganti organ yang rusak
atau tak berfungsi pada penerima dengan organ lain yang masih berfungsi dari
pendonor.
Didalam syariat Islam
hukum mengenai transplantasi organ dan donor organ ditinjau dari keadaan si
pendonor tersebut, yaitu :
1.
Transplantasi Organ Dari Donor Yang
Masih Hidup
Dalam syara seseorang diperbolehkan
pada saat hidupnya mendonorkan sebuah organ tubuhnya atau lebih kepada orang
lain yang membutuhkan organ yang disumbangkan itu, seperti ginjal. Akan tetapi
mendonorkan organ tunggal yang dapat mengakibatkan kematian si pendonor,
seperti mendonorkan jantung, hati dan otaknya. Maka hukumnya tidak
diperbolehkan, berdasarkan firman Allah SWT dalam Al – Qur’an surat Al –
Baqorah ayat 195 dan An – Nisa ayat 29 .
2.
Hukum Transplantasi Dari Donor Yang
Telah Meninggal.
Sebelum
kita mempergunakan organ tubuh orang yang telah meninggal, kita harus
mendapatkan kejelasan hukum transplantasi organ dari donor tersebut. Adapun
beberapa hukum yang harus kita tahu, yaitu :
i.
Dilakukan setelah memastikan bahwa si
penyumbang ingin menyumbangkan organnya setelah dia meninggal. Bisa dilakukan
melalui surat wasiat atau menandatangani kartu donor atau yang lainnya.
ii.
Jika terdapat kasus si penyumbang organ
belum memberikan persetujuan terlebih dahulu tentang menyumbangkan organnya
ketika dia meninggal maka persetujuan bisa dilimpahkan kepada pihak keluarga
penyumbang terdekat yang dalam posisi dapat membuat keputusan atas penyumbang.
iii.
Organ atau jaringan yang akan
disumbangkan haruslah organ atau jaringan yang ditentukan dapat menyelamatkan
atau mempertahankan kualitas hidup manusia lainnya.
iv.
Organ yang akan disumbangkan harus
dipindahkan setelah dipastikan secara prosedur medis bahwa si penyumbang organ
telah meninggal dunia.
v.
Organ tubuh yang akan disumbangkan bisa
juga dari korban kecelakaan lalu lintas yang identitasnya tidak diketahui tapi
hal itu harus dilakukan dengan seizin hakim.
b.
Tranfusi Darah
Transfusi Darah
adalah proses pemindahan darah dari seseorang yang sehat (donor) ke orang sakit
(respien). Darah yang dipindahkan dapat berupa darah lengkap dan komponen
darah. Sama halnya dengan tranplantasi organ tubuh, tranfusi darah terkait pada
beberapa hal, yaitu donor adalah orang yang menyumbangkan darah kepada orang
yang membutuhkannya. Al Quran dan sunnah tidak membahas masalah transfusi
darah. Tetapi, menurut berbagai prinsip dan ajaran umum yang terdapat dalam
sumber-sumber orisinil islam, darah yang mengalir selalu dianggap sebagai benda
najis. Selain itu, islam melarang para pemeluknya untuk mengkonsumsi darah.
Menurut beberapa pendapat ada beberapa hukum mengenai transfuse darah
diantaranya:
Menurut
pandangan almarhum Mufti Syafi transfusi darah merupakan suatu yang haram,
karena :
1.
Darah sebagai bagian dari tubuh manusia
: darah merupakan bagian tubuh manusia, maka pengambilan dan pentransfusiannya
ke dalam system peredaran darah orang lain bisa disamakan dengan upaya mengubah
takdir manusia, karenanya dilarang.
2.
Darah sebagai benda najis : darah yang
diambil dari tubuh seseorang pada dasarnya adalah najis.
Mufti Syafi
menetapkan bahwa dengan mempertimbangkan kelonggaran dan kemudahan yang
diberikan syariat bagi kondisi-kondisi luar biasa yaitu yang mengancam jiwa,
dan bagi upaya pengobatan, maka transfuse darah hukumnya boleh (ja’iz). Pada
penjelasan yang lain Muft Syafi menerangkan bahwa darah diambil dengan jarum,
tanpa mengiris bagian tubuh manapun lalu di transfusikan kedalam tubuh orang
lain untuk memperpanjang hidupnya.
Muft Syafi juga
berpendapat bahwa meskipun darah termasuk benda najis, namun mendonorkan darah
untuk di transfusikan pada orang lain hukumnya adalah boleh atas dasar
keterdesakan, dan hal ini termasuk dalam kategori memanfaatkan benda terlarang
sebagai obat. Menurut Syekh Ahmad Fahmi Abu Sinnah, Dr. Abd al-Salam al-Syukri,
dan Syekh Jad al-Haqq tranfusi darah hukumnya boleh jika memenuhi syarat
sebagai berikut:
1.
Transfusi darah hanya boleh dilakukan
jika ada kebutuhan yang mendesak untuk itu.
2.
Transfusi darah juga boleh dilakukan
ketika tidak membahayakan nyawa si pasien tetapi, dalam pandangan dokter yang
berkompeten, pasien tidak mungkin disembuhkan tanpa transfusi darah.
3.
Transfusi darah tidak di perbolehkan
jika tujuannya hanya untuk peningkatan kesehatan.
4.
Donor secara ikhlas berniat mendonorkan
darahnya.
5.
Tidak ada bahaya serius yang mengancam
jiwa atau kesehatan donor akibat transfuse itu.
6.
Harus sudah dipastikan bahwa tidak ada
jalan lain untuk menyelamatkan nyawa resipien kecuali dengan transfuse darah.
7.
Derajat keberhasilan melalui cara
pengobatan ini diperkirakan tinggi.
8.
Hidup donor sama sekali tidak terganggu
setelah darah tidak diambil dari tubuhnya.
9. Donor harus bebas dari segala macam
penyakit menular, dan ia tidak menderita kecanduan sesuatu.
KESIMPULAN
Semua
ilmu IPTEK terdapat di al-quran dan banyak ilmuan muslim yang berhasil membuat
suatu teori dan hasil praktik yang bermanfaat bagi manusia lainnya. Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) di satu sisi memang berdampak positif yakni dapat memperbaiki kualitas
hidup manusia. Berbagai sarana berasal dari IPTEK seperti industri, komunikasi,
militer dan transportasi terbukti sangat bermanfaat. Tapi, disisi lain, tak
jarang IPTEK berdampak negatif karena merugikan dan membahayakan manusia.
Disinilah peran agama sebagai pedoman hidup menjadi sangat penting untuk
dilihat kembali. Agama dapat memberi tuntunan agar kita memperoleh dampak iptek
yang positif dan mengeliminasi dampak negatif seminimal mungkin.
Ilmu pasti atau disebut ilmu logika. ilmu logika adalah
ilmu mempelajari metode dan hukum-hukum yang mengunakan penalaran yang benar
dari penalaran yang salah. Ibnu Sina atau Avicena, selain
menguasai ilmu kedokteran juga pakar di bidang filsafat agama dan sastra. Ali
Tabari, selain ahli di bidang obat-obatan juga pakar dalam filsafat Islam dan
astronomi.
Mengunakan gigi kawat terdapat dua hukum. Pertama di perbolehkan jika tidak mengunakan kawat gigi malah menimbulkan penyakit dan kedua haram jika mengunakannya hanya untuk fashion ataupun pamer. Memotong alis saat pernikahan juga haram walau pun mencukur alis itu adalah sebuah adat/kebiasaan di acara pernikahan. Tetapi, seharusnya adat yang mengikuti agama bukan agama yang mengikuti adat.
Mengunakan gigi kawat terdapat dua hukum. Pertama di perbolehkan jika tidak mengunakan kawat gigi malah menimbulkan penyakit dan kedua haram jika mengunakannya hanya untuk fashion ataupun pamer. Memotong alis saat pernikahan juga haram walau pun mencukur alis itu adalah sebuah adat/kebiasaan di acara pernikahan. Tetapi, seharusnya adat yang mengikuti agama bukan agama yang mengikuti adat.